Friday, January 30, 2009

hey you

yes i'm bored

come on give me

that o


picture was taken from http://channelfrederator.ning.com/

Tuesday, January 27, 2009

pour toi part II (the thing is...)


you can practically converse that out, tell me anything, ask me just about anything, even one of those unimaginable things. or things that could got me scream and yell and shout and pout.

just let it out. sit down and talk.
don't say nothing.

you are something.
and i am something.
and we are something.

i told you i will try harder. i will try anything. i will try everything.

pour toi, mon cher, pour toi..

*picture was taken from http://francescacrescentini.wordpress.com/galleries/about/

Thursday, January 22, 2009

pour toi


you said that
i'm just like the rest
i am
i am
i'm just a girl
but for you
i can try
harder







picture was taken from http://static.photo.net

Saturday, January 10, 2009

-------- Gumpalan Pikiran adalah Kuda Poni

gumpalan pikiran itu seperti
kuda poni kecil binal nakal menari-nari
haus kelana tapi terkendara tali
karena terlalu bebas dia bisa mati

namun tak urung pula sesekali
jiwa jelajah liar terbang sendiri
di suatu sore dimana angin mengaburkan matahari
dan sitor situmorang mindik-mindik membisiki

...sereguk lagi aku mabuk akan gelegak cintamu...

maka berontak ia enggan satu dengan seisi sendi
gumpalan pikiran kuda poni kecil binal nakal tak tahu diri
melesat terbang tinggalkan bumi
untuk hinggap di pulau para illahi

menatapi kecil binal nakal itu pergi
para sendi pun meludah mengutuki sambil bernyanyi
pergilah kau pergi gumpalan pikiran yang memisahkan diri
kau bukan bagian dari kami lagi

----10/01/09, taman menteng

Thursday, January 01, 2009

On Terrorisms

The escalating conflicts of Israel-Palestine in Gaza had brought questions thrown to my face these couple of days. I've tried my best to explain, and today I read a note posted by one of my good friends, M. Haripin, which sorts of explain my stance why i think both sides need to meet the call of immediate cease-fire by the UN. As we know, Gabriela Shalev, the Israeli ambassador, said that her country would continue to do whatever necessary to protect itself against what she called terrorism (BBC, 1/1/09). Shalev refers to Hamas, obviously. Such claim has been the justification for Israel's continuing air raids, a claim which I think politically incorrect at its very core.

Here's a comprehensive writing of my friend, hopefuly it would sort of give an angle in explaining the conflicts happening in Gaza recently. It is written in Bahasa, but you can PM me if you need an english translation of the writing.


---------------------------

Terorisme di Israel

Sungguh memilukan apa yang tengah terjadi di tanah Palestina 2 hari terakhir ini. Lebih dari 300 warga Palestina tewas dan 600 warga lainnya terluka akibat serangan angkatan bersenjata Israel. Ribuan warga lainnya yang terkepung di Jalur Gaza ditolak memasuki perbatasan Mesir. Julukan sarkastik bagi Palestina, yakni “penjara terbesar di dunia,” mencapai manifestasinya.

***

Kali ini, sama seperti sebelumnya, dalih yang digunakan Israel untuk melakukan serangan adalah demi melumpuhkan kekuatan militer Hamas. Dalam law of armed conflict (LOAC), dalih Israel ini disebut reprisals. Sebelumnya, dalih reprisals pernah diutarakan Israel guna melangsungkan serangan militer ke Beirut, Libanon pada 1969.

Berdasarkan LOAC, reprisals merupakan tindakan melawan hukum apabila tidak memenuhi tiga kondisi berikut ini: (a) sebelumnya, negara pelaku reprisals harus terbukti menderita kerugian akibat tindakan ilegal yang dilakukan negara/aktor lain; (b) negara bersangkutan tidak mendapatkan kompensasi atau permintaan maaf atas kerugian yang dideritanya; (c) negara bersangkutan melakukan pembalasan yang proporsional.

Dalam serangan kali ini, kondisi 1 dan 2 terpenuhi. Israel memang menderita kerugian atas serangan roket kelompok Hamas. Israel pun tidak mendapatkan kompensasi atas kerugian yang dideritanya karena, (1) Hamas bukanlah aktor negara; (2) Hamas tidak berniat untuk berdamai dengan Israel.

Problem timbul dalam kondisi ketiga. Apakah Israel melakukan pembalasan yang proporsional? Saya pikir tidak. Serangan udara massif oleh 60 pesawat tempur Israel terhadap daerah yang dihuni oleh 1.5 juta penduduk dan pengerahan 6500 tentara organik untuk melancarkan perang kota (urban warfare), dilihat dari sudut pandang manapun, bukanlah tindakan proporsional.

Operasi militer Israel kali ini, yang disebut Operation Cast Lead, malah melanggar 2 prinsip dasar dalam international humanitarian law (IHL), yakni indiscriminate dan menghindari collateral damage.

Pelanggaran terhadap indiscriminate, yakni serangan berhasil menewaskan korban sipil non-kombatan, dan bahkan turut meluluhlantakkan sekolah dan pasar. Ini bukan hal yang mencengangkan karena strategi serangan secanggih dan serapih apapun tentu tidak akan mampu menghindari korban sipil non-kombatan, apabila serangan dilancarkan ke daerah padat penduduk. Oleh karena itu, klaim Israel bahwa Operation Cast Lead diarahkan kepada Hamas adalah tidak valid. Alih-alih indiscriminate, Israel malah, “membakar gudang beras demi membunuh satu ekor tikus.”

Pelanggaran terhadap menghindari collateral damage, yakni serangan militer Israel menyebabkan kerusakan kepada infrastruktur publik yang seharusnya aman dari serangan, di antaranya adalah masjid di kamp pengungsian Jabaliya dan Universitas Islam di Gaza. Infrastruktur publik/sipil adalah tempat yang tidak boleh diserang, berdasarkan IHL. Lokasi dan tempat lainnya adalah dual-use target (tempat yang bisa digunakan untuk kepentingan sipil dan militer) dan cultural property (tempat/lokasi peninggalan kebudayaan).

Operation Cast Lead jelas problematik –untuk tidak menyebut “pelanggaran”- dalam kacamata hukum internasional. Di satu sisi, hukum internasional tidak terlepas dari sistem politik internasional yang anarki. Permintaan atas penghentian serangan dan penyelidikan atas pelanggaran hukum internasional mustahil terjadi apabila Israel masih didukung oleh Amerika Serikat. Terlebih lagi, Amerika Serikat bahkan turut menyalahkan Hamas yang dituduh memprovokasi Israel. Di sisi lain, masyarakat internasional yang di dalamnya ada PBB, Inggris, Prancis, Rusia, dan masyarakat Iran, Irak, serta Venezuela menginginkan serangan militer Israel segera dihentikan karena alasan kemanusiaan dan tidak memenuhi kondisi reprisals.

***

Dalam memahami serangan Israel saat ini, ada baiknya kita renungi kisah Alexander Agung dan bajak laut yang diceritakan oleh St. Agustinus ini (Chomsky: 2003). Suatu ketika, Alexander Agung bertanya kepada seorang bajak laut yang tertangkap, “Mengapa kamu berani mengacau lautan?” Bajak laut menjawab, “Mengapa kamu berani mengacau seluruh dunia? Karena aku melakukannya hanya dengan perahu kecil, aku disebut maling; kalian, karena melakukannya dengan kapal besar, disebut kaisar.” St. Agustinus menilai jawaban bajak laut itu, “Sangat bagus dan jitu.”

Operation Cast Lead menguatkan watak koersif Israel dalam menghadapi Palestina. Selain melalui instrumen koersif asimetris (tidak proporsional), Israel pun melakukan perang ideologi terhadap kelompok pembebasan Palestina, yakni menyematkan julukan “teroris/terorisme” bagi Hamas. Menarik untuk dicermati apa yang dinyatakan oleh Israel ini. Terorisme adalah, “... the deliberate creation and exploitation of fear through violence or the threat of violence in the pursuit of political change (Hoffman: 1998).” Berdasarkan definisi Hoffman, dan melihat serangan militer Israel yang tidak proporsional pada 2 hari terakhir ini, pihak yang lebih pantas untuk menyandang gelar “teroris” adalah Israel, bukan Hamas. Israel telah menciptakan dan mengeksploitasi rasa takut melalui kekerasan serta ancaman kekerasan demi mencapai perubahan politik.


-M HARIPIN-
Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Pertahanan ITB-Cranfield University, UK.
(Artikel ini terbit di harian Seputar Indonesia (Sindo), Kamis 1 Januari 2009, rubrik Opini)