Monday, April 06, 2009

Blonde Moment

Yeah... it happens...

Girlfriend: Oh gosh that's terrible, how could that happen?
Boyfriend: Something fucked up must have happened with their machine.
Girlfriend: I heard that the co-pilot, one of the victims, was the son of Pangdam Iskandar Muda.
Boyfriend: Yeah...
Girlfriend: Pangdam Iskandar Muda... that's a big name...
Boyfriend: Yeah it is...
Girlfriend: And what location is under his command, actually?
Boyfriend: What?
Girlfriend: That Pangdam Iskandar Muda...
Boyfriend: ???... He's in... Iskandar Muda...
Girlfriend: OH! That's not his name???

.......
.......




PS: My deepest condolences go to all the family of the victims of the Fokker 27 TNI AU that crashed in Lanud Bandung, today.

Monday, March 23, 2009

Dangdut Bliss; Strike Three!!!

Semakin mantap sudah aspirasi saya untuk menyambangi diskotik2 dangdut di tanjung priuk. Semakin mantap! Sungguh!

Couple of months ago, I decided to go on a list, of things I have to do before I die. The idea is not new, of course, tapi saya sungguh merasa bahwa hidup itu adalah sebuah perjalanan linear yang tak mungkin bisa di rewind. So might as well live everything to the fullest while you still can, feel everything, taste everything, see everything, pursue everything that comes across your mind.

One day, it's that 'diskotik dangdut' that comes across my mind.

I have always wondered what's it like inside. They're so kitschy looking, really. I wanna take a look and prove all the stereotypes, all the cliches. Must be one helluva adventure, I thought. Tapi tentu saja, meski sudah membujuk rayu sana sini dengan pandangan mata anak kucing, lirikan menggoda sampai debat filosofis absurd tak menentu, tidak ada satu orang pun yang sudi menemani saya :p sehingga, pelan2 aspirasi itu pun terlupa.

Sampai hari ini! Karena malas naik taxi hari ini saya memutuskan untuk pulang naik angkot. Karena diluar hujan, jalan cukup macet, pun angkot yang saya naiki sepi, cuma dihuni dua penumpang. Saya yang sebatang kara di belakang, dan seorang mas2 di samping abang supir.

Mungkin karena bosan terjebak macet, si abang supir pun menyalakan radio. Entah radio apa. Pertama sih ngobrol2 nggak penting, sampai tiba2 terdengarlah sebuah lagu dangdut disko dengan sentuhan etnis... nyehehe...
Etnis as in... semacam dangdut kerawangan disko disko what the fuck apa pun itu laahhh... mari kita tidak terjebak dalam genre, karena genre itu adalah konsep pengkategorian yang soooo tidak postmodern (cuih...) mengutip kalimat yang pernah dilemparkannya sewaktu baks di tepi danau UI jaman dahulu kala... :p
Saya sesungguhnya cukup terpana oleh lagu itu karena nadanya yang cukup catchy dan teknik vokal penyanyinya yang cukup khas. Simon Cowell selalu menceramahi para kontestan American Idol yang nekad membawakan lagu karangan mereka sendiri dengan... "Itu tidak catchy!", well Simon, ini yang catchy! Ini! Liriknya pun juara!
Berikut sekilas penggalan lirik yang terus terngiang2 di kepala saya...

"Nyeri nyeri nyeri tak kan bisa terobati
Biar berantakan mati pun tak penasaran
Mumpung masih muda belum punya keturunan
Kita cerai saja talak tilu sekalian..."

Now that's the real deal, Simon! I can even feel her pain! Lagu ini sungguh merupakan representasi kultur yang real, it's relatable! Saya jadi inget asisten rumah tangga ibu saya dulu, cantik sekali dia, umurnya baru 21, sudah cerai dua kali.

Saya masih terjebak dalam imajinasi2 aneh ketika berangsur lirik yang diulang2 itu memasuki fase fade out. Sungguh menarik, saya pikir. Lumayan lah menghibur di saat macet2 begini... tapi lagunya sudah habis... ya sudahlah tidur saja... daripada bosen...

Tapi saya salah! Tidak mungkin tentu bosan merundung ketika lagu berikutnya datang berkunjung! Things are just beginning to get even more amusing, really. Untuk yang kedua ini saya akan mendeskripsikannya sebagai "Rockdut gospel dengan sentuhan jazz"!

Saya tidak bisa menangkap dengan jelas sesungguhnya keseluruhan lirik yang dinyanyikan karena si penyanyi -- yang suaranya terdengar seperti hybrid antara Otong Koil dan Rhoma Irama-- menyanyikan keseluruhan lagunya dengan geraman berirama. Ya! Geraman berirama!

Geraman berirama penuh sinergi spiritualitas lebih tepatnya. Ide yang tidak baru, sesungguhnya, lihat As I Lay Dying, atau Stryper, atau Purgatory, atau apa pun itu lah! Sinergi spiritualitas mengalir lewat geraman sang penyanyi seperti pada lirik...

"Ada duit, ada rumah, ada sawah, alhamdulillaaaaaaaahhhh...."

Meskipun geramannya membuat liriknya sedikit sulit dicerna, tapi saya masih bisa menangkap satu dua patah pesan seperti keinginan naik haji, serta ucapan terima kasih akan rezeki. Menyentuh, namun liarrrr! Tentunya saya tidak melupakan alunan syahdu yang muncul nyaris di penghujung lagu. Tiupan saxophone template yang lirih, begitu tiba2, begitu tak terduga, begitu juara!!

Tapi sekali lagi tunggu, saya memang gegabah mengeluarkan kata juara... karena begitu lagu ketiga dimainkan, degup jantung saya seolah mengatakan that i'm about to hear the real deal! The real deal! Inilah juaranya! Inilah!

Lagu dibuka dengan tiupan seruling yang sangat lirih, lirih sekali menyayat hati. Terdengar kemudian suara isakan laki-laki. Perih, perih dan merintih...

Saya hanya ingat sepenggal lirik yang ia nyanyikan... tapi cukuplah untuk menggambarkan betapa nestapanya pria ini...

"Carikan pisau untuk ku potong nadi...
Carikan tali untuk ku gantung diri...
Aduduh... aduduh... kupatah hati...
Mau bunuh diri... tapi kuu takut maaati...
Kuuu takut matiii...."

Galau! Sungguh! Everybody Loves Irene, kalian seharusnya malu! Inilah galau terbaik abad ini. Saya menyesal sudah memvoting kalian berkali-kali di AVIMA 2009 untuk 'best melancholy masterpiece'. Saya malu!! Inilah melancholy masterpiece yang sesungguhnya! Kalian tidak ada apa-apanya!

Tepat ketika lagu melancholy masterpiece itu berakhir, tiba pulalah angkot saya di depan kompleks saya. What a bliss, strike three! Berikutnya, ayo siapa yang mau menemani saya ke diskotik dangdut? Marilah kemari hei hei heiiii....

..........
absurd.... hehehehehe....

Tuesday, March 17, 2009

What a Beautiful Waste of Sunshine...

Lyrics & Free Music

What a beautiful day for a crushing defeat
What a stupid waste of sunshine
A funeral pace down a favourite street
But I have to come home sometime, I suppose

Don’t be hopeful on my behalf
I’d like to offer my resignation
And strangle myself with a football scarf
Or act in self-defenestrationhttp

Yeah, I have seen better days
The weekend was mine to waste
I had nothing to do
And you had nothing to do with me

And I try, and I try, and I try your patience
How low must your expectations be?
Goodness gracious me
Goodness gracious me
.............

ah, milord, what hath come down to the labyrinth? the minotaur, milord. the darkest children of Osiris.

Wednesday, March 11, 2009

Lemon Tart and A Box of Fairy

mama is bored.


and fantasizing.



picture was taken from here

Sunday, March 01, 2009

Between Phoebe Buffay and Calvin (and Hobbes)

I took Jung Typology Test today and it turned out that I have an INFP (Introverted-iNtuitive-Feeling-Perceiving) types of personality.

I wouldn't want to bore y'all with all the yada yada about this type of personality. (Though, if you're interested enough, you can quite take a peek on it here.) What interested me most is the fact it's stated that people with INFP is often set off from the rest of humanity because of its scarcity. Being found only in around one percent of the rest of the population.

If any of these could describe, INFP found in characters such as href="http://en.wikipedia.org/wiki/Calvin_(Calvin_and_Hobbes)">Calvin(from Calvin and Hobbes), Phoebe Buffay/Princess Consuela Bananahammock, William Shakespeare, A.A Milne , and E.T! What? E.T?! (and i can imagine venie laughing her fucking ass off).

























It's also stated that Literature/Writer, Humanity, Web-Design, Philosophy and Archeology are the top five most suitable occupations based on the INFP personality type. Hahah... neat...

And of course, who could express these whole yada yada better than the song about that outcast cat? Phoebe understands it really well.

Three, four...

Smelly Cat, Smelly Cat,
What are they feeding you?
Smelly Cat, Smelly Cat
It's not your fault...

They won't take you to the vet
You're obviously not their favorite pet
Smelly Cat, Smelly Cat,
It's not your fault....

Monday, February 23, 2009

... dan labirin adalah labirin



... masalahnya tidak ada kuda sembrani
atau jembalang yang berlari melangkahi pelangi

dan labirin adalah labirin

dengan tanah merah yang liat tempat kaki menjejaki
matahari buat ia kering sendiri
dan kaki-kaki makin terpatri
kita bisa apa lagi?

dan labirin adalah labirin

bukan tongkat sihir dan jentik jari
mampu urai rumit kelok hilang sendiri



*picture was taken from http://www.assyriatimes.com/images/labyrinth.jpg

Sunday, February 08, 2009

Express Taxi Sucks Big Time!

I'm writing this while I'm still angry. Big time angry. Like, furiously angry. I've never had such an insanely impolite taxi driver whole my life that makes me wanna go through all the mess writing complaint letters to media and buzzing costumer service with my call.

So here's how it was... it's 4.30 PM this afternoon and I was going to my friend's house in Bintaro. My plan was to grab some of my friend's rare movie collections so I brought my portable hardisk along with me. The sky was pretty dark in Pondok Pinang, where I live, and it was obviously going to rain. I wouldn't want to risk my portable hardisk getting soaked in the rain so I chose to take a taxi, also because I wasnt really quite familiar with the streets in Bintaro, though it's obviously not very far from Pondok Pinang.

I took an Express Taxi, greeted the driver as I got in the car as I always do and told him that I wanted to go to Bintaro. As a response to that, he asked me which Bintaro sector I wanted to go. Now, the only direction that my friend gave me was to find 'Organon' first (i didn't know where the Organon was at that time), and then from there, I could call her and she would direct me to her place. So that's what I did, I told the driver, politely, to find Organon first.
But in turn he gave me this response:
"Organon? Itu kan dekat banget! Macet"
Mind you, he said those sentences with a very high tone so I was quite set off. I told him that my destination is not Organon, it's still quite far from Organon but I need to get to Organon first. Guess what he said next?
"Itu depan sana ada angkot ke Organon. Naik angkot aja!"
WTF??? I thought. You are not talking to me like that, oh no.. no.. you are so not talking to me like that. I was already frickin pissed by that time, but I decided not to unleash the mama bitch yet. I was provoked, but at the same time I also know that he has automatically set off himself in big trouble with those words he said. So I decided to play along.
"Tempatnya masih jauh, Pak, dari Organon. Bapak baru aja menyuruh saya naik angkot? Saya bisa komplain ke Express atas perlakuan Bapak!"
I asked for his name and he was silenced a bit. But not for long. Apparently the taxi had reached that place called Organon.
"Dari sini kemana lagi, anak muda?!" He said with an annoyed tone.
Jesus, if I wasn't too angry at that time, I would laugh my ass off. But I was furious, and I couldn't stand his impoliteness. Oh how I would love to kick him at that time, but the rain has already falling outside and to kick his ass would obviously mean to jump straightly out of the car right after I kick him and voluntarily get myself soaked by the rain, so I decided to doo some woosahh... woooosaaaahhh...
"Ini Organon, Pak? Kalau emang udah sampai spot yang namanya Organon, kita belok kiri."
But instead of turning his car to the left he said:
"Anak muda, saya tidak suka nada bicara anak muda tadi waktu bilang saya menyuruh anda naik angkot! Bukan begitu maksudnya!"
What? Oh oh, yeah... I know what you want now, you jackass. You want to push it, don't you? Better not push it too far, really. Mama bitch is not nice. She's noooot nice.
But of course he chose to push it too far.
"Jangan lah sembarangan bicara, anak muda! Siapa juga yang nyuruh anda naik angkot! Sembarangan! Saya tidak senang! Saya juga punya hati!"
Dia bilang dia juga punya hati????? Yeah yeah those of you who are reading it right now, I know you're laughing. Yes yes it was funny, but at that time I really couldnt get the joke. So I told him, furiously:
"Saya juga tidak senang Bapak tidak sopan sama saya, bicara dengan nada kasar, menyuruh saya naik angkot padahal diluar sedang hujan, dan memanggil saya dengan panggilan 'anak muda' yang terdengar melecehkan! Ya, saya tidak suka! Dan saya akan melaporkan pada Express! Karena saya ti-dak-su-ka! TIDAK SUKA!"
And he said...
"Alaaahh... JANGAN TERLALU SENSITIF LAH!"
OVERLYSENSITIVE? ME? MOI? EIKE SENSITIP? Sensitive my ass! That's it, I'm not going to take this stupid driver's nonsense anymore.
"Bapak yang sensitif!! Kalo nggak mau narik gak usah jalan lah!"
"Ya udah TURUN AJA!!!"
HAH? Did he just say thaaaat? Did he just forced me to get out of his car right in the middle of the rain? That's it. He's so done. I'm so going to call that FUCKING EXPRESS and he's so going to get fired. That's it for him. Weep later you son of a bitch!
I was going to reach for my money in my wallet and giving him the classic 'throw money on da face' gesture before he said "Gak usah bayar!"
So i retorted "Bagus! Siap2 aja dipecat!" and slammed the door real hard i'm sure i would win a guiness record if there's a category for that.

What a jackass! And Express is really going to pay a whole fucking lot if they dont do anything to that dumb morron. So I picked up my phone, dialed their numbers, and demanded them to send me the copy of his warning letter no late than this end of the week, or I'll fuck their image off. I have ways of doing that. Waaaays.

Tsk!


Thursday, February 05, 2009

Um al-Mumenin (Mother of the Believers)

Saya bingung harus bereaksi apa ketika membaca berita tentang perempuan yang menyebut dirinya sendiri sebagai Um al-Mumenin (Mother of the Believers) ini. Sedih? Ya, saya hampir menangis memikirkan nasib para perempuan yang menjadi korbannya. Marah? Pastinya, saya marah mengetahui bahwa ada orang yang sedemikian jahat di dunia ini. Terkejut? Sayangnya, tidak juga. Saya terlalu banyak membaca, dan melihat, dan mendengar, untuk mengetahui betapa banyak perempuan yang dibunuh oleh keluarganya sendiri atas nama kehormatan, dilarang mendapatkan edukasi, dilucuti hak-haknya dalam masyarakat, yang terjadi pada islamic society. Saya tidak menggeneralisasi, saya tahu bahwa tidak semua layer dalam Islamic society menempatkan perempuan pada posisi demikian, tapi begitu banyaknya kasus sedemikian yang terjadi, saya tidak terkejut lagi mengetahui adanya kejadian ini. Saya sedih, saya marah, tapi saya tidak terkejut.

Saya belajar untuk melihat betapa kompleksnya posisi perempuan di mata Islam. Hari ini, ketika saya membaca kasus Um al-Mumenin, kompleksitas posisi perempuan itu terpapar kembali di mata saya.

Samira Jassim, 51 tahun, telah ditangkap oleh polisi Irak tanggal 21 Januari kemarin. Atas tuduhan telah merekrut lebih dari 80 perempuan pelaku bom bunuh diri, serta turut merencanakan dan berpartisipasi dalam puluhan serangan militan di Irak. Samira Jassim menyebut dirinya sendiri Um al-Mumenin atau Mother of the Believers dan adalah anggota dari grup militan Islam, Ansar Al-Sunna.

Menurut pengakuannya, para militan memilih perempuan sebagai pelaku bom bunuh diri, karena mereka lebih mudah menyembunyikan explosives di balik burqa mereka, serta kerap lolos begitu saja dari pemeriksaan security officer yang mayoritas laki-laki.

Mother of the Believers memiliki pola dalam merekrut para 'pejuang' perempuannya. Peran 'keibuan' Jassim adalah untuk mempersuasi para korban perkosaan, para perempuan-perempuan yang bermasalah dalam rumah tangga, para perempuan korban kekerasan dalam menghadapi rasa depresi mereka, rasa malu mereka, dengan cara menawarkan menjadi suicide bomber sebagai satu-satunya jalan keluar. Sebagai satu-satunya metode redemption.

Dalam pengakuannya, ia juga menyebutkan, bahwa organisasi militannya juga menggunakan metode 'organized rape' atau perkosaan yang terorganisir untuk memperbanyak jumlah perempuan yang bisa 'jatuh' dalam persuasinya, untuk kemudian menjadi suicide bombers.

Mind you, people. Do you realize what that means? Artinya, mereka melakukan tindakan-tindakan perkosaan terencana, untuk menciptakan lebih banyak perempuan yang depresi. Dalam society dimana perkosaan dilihat sebagai KESALAHAN si korban, bisa dibayangkan betapa malu, betapa tersiksa, dan betapa tertekannya perempuan-perempuan yang menjadi korban perkosaan. And all these as a deliberate action??? Aksi yang terencana? Dont even bull shit me about the noble goal afterward... menurut saya mereka, para militan itu, adalah jahat, mereka adalah kotoran yang tidak pantas ada di muka bumi ini. Dan tujuan 'mulia' mereka adalah bullshit.

Betapa kompleksnya posisi perempuan pada society itu! I tell you, pada society dimana... katakanlah... perempuan tidak dianggap sebagai pihak yang dikriminalisasi dalam kasus-kasus perkosaan, hal ini akan sulit untuk terjadi. However, mata dan telinga saya rasanya belum berhenti mem-perceive kasus-kasus semacam ini. Mungkin perlu dekonstruksi besar-besaran pada mindset society itu, untuk bisa menghentikan kasus pendiskreditan perempuan semacam ini terjadi berulang kali.

Anda bisa lihat berita tentang Um al-Mumenin di:
http://www.alarabiya.net/articles/2009/02/03/65643.html
http://news.yahoo.com/s/afp/20090203/ts_afp/iraqunrestarrest
http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/7869570.stm

Wednesday, February 04, 2009

Um al-Mumenin (Mother of the Believers)


Saya bingung harus bereaksi apa ketika membaca berita tentang perempuan yang menyebut dirinya sendiri sebagai Um al-Mumenin (Mother of the Believers) ini. Sedih? Ya, saya hampir menangis memikirkan nasib para perempuan yang menjadi korbannya. Marah? Pastinya, saya marah mengetahui bahwa ada orang yang sedemikian jahat di dunia ini. Terkejut? Sayangnya, tidak juga. Saya terlalu banyak membaca, dan melihat, dan mendengar, untuk mengetahui betapa banyak perempuan yang dibunuh oleh keluarganya sendiri atas nama kehormatan, dilarang mendapatkan edukasi, dilucuti hak-haknya dalam masyarakat, yang terjadi pada islamic society. Saya tidak menggeneralisasi, saya tahu bahwa tidak semua layer dalam Islamic society menempatkan perempuan pada posisi demikian, tapi begitu banyaknya kasus sedemikian yang terjadi, saya tidak terkejut lagi mengetahui adanya kejadian ini. Saya sedih, saya marah, tapi saya tidak terkejut.

Saya belajar untuk melihat betapa kompleksnya posisi perempuan di mata Islam. Hari ini, ketika saya membaca kasus Um al-Mumenin, kompleksitas posisi perempuan itu terpapar kembali di mata saya.

Samira Jassim, 51 tahun, telah ditangkap oleh polisi Irak tanggal 21 Januari kemarin. Atas tuduhan telah merekrut lebih dari 80 perempuan pelaku bom bunuh diri, serta turut merencanakan dan berpartisipasi dalam puluhan serangan militan di Irak. Samira Jassim menyebut dirinya sendiri Um al-Mumenin atau Mother of the Believers dan adalah anggota dari grup militan Islam, Ansar Al-Sunna.

Menurut pengakuannya, para militan memilih perempuan sebagai pelaku bom bunuh diri, karena mereka lebih mudah menyembunyikan explosives di balik burqa mereka, serta kerap lolos begitu saja dari pemeriksaan security officer yang mayoritas laki-laki.

Mother of the Believers memiliki pola dalam merekrut para 'pejuang' perempuannya. Peran 'keibuan' Jassim adalah untuk mempersuasi para korban perkosaan, para perempuan-perempuan yang bermasalah dalam rumah tangga, para perempuan korban kekerasan dalam menghadapi rasa depresi mereka, rasa malu mereka, dengan cara menawarkan menjadi suicide bomber sebagai satu-satunya jalan keluar. Sebagai satu-satunya metode redemption.

Dalam pengakuannya, ia juga menyebutkan, bahwa organisasi militannya juga menggunakan metode 'organized rape' atau perkosaan yang terorganisir untuk memperbanyak jumlah perempuan yang bisa 'jatuh' dalam persuasinya, untuk kemudian menjadi suicide bombers.

Mind you, people. Do you realize what that means? Artinya, mereka melakukan tindakan-tindakan perkosaan terencana, untuk menciptakan lebih banyak perempuan yang depresi. Dalam society dimana perkosaan dilihat sebagai KESALAHAN si korban, bisa dibayangkan betapa malu, betapa tersiksa, dan betapa tertekannya perempuan-perempuan yang menjadi korban perkosaan. And all these as a deliberate action??? Aksi yang terencana? Dont even bull shit me about the noble goal afterward... menurut saya mereka, para militan itu, adalah jahat, mereka adalah kotoran yang tidak pantas ada di muka bumi ini. Dan tujuan 'mulia' mereka adalah bullshit.

Betapa kompleksnya posisi perempuan pada society itu! I tell you, pada society dimana... katakanlah... perempuan tidak dianggap sebagai pihak yang dikriminalisasi dalam kasus-kasus perkosaan, hal ini akan sulit untuk terjadi. However, mata dan telinga saya rasanya belum berhenti mem-perceive kasus-kasus semacam ini. Mungkin perlu dekonstruksi besar-besaran pada mindset society itu, untuk bisa menghentikan kasus pendiskreditan perempuan semacam ini terjadi berulang kali.

Anda bisa lihat berita tentang Um al-Mumenin di:
http://www.alarabiya.net/articles/2009/02/03/65643.html
http://news.yahoo.com/s/afp/20090203/ts_afp/iraqunrestarrest
http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/7869570.stm




Um al-Mumenin (Mother of the Believers)


Saya bingung harus bereaksi apa ketika membaca berita tentang perempuan yang menyebut dirinya sendiri sebagai Um al-Mumenin (Mother of the Believers) ini. Sedih? Ya, saya hampir menangis memikirkan nasib para perempuan yang menjadi korbannya. Marah? Pastinya, saya marah mengetahui bahwa ada orang yang sedemikian jahat di dunia ini. Terkejut? Sayangnya, tidak juga. Saya terlalu banyak membaca, dan melihat, dan mendengar, untuk mengetahui betapa banyak perempuan yang dibunuh oleh keluarganya sendiri atas nama kehormatan, dilarang mendapatkan edukasi, dilucuti hak-haknya dalam masyarakat, yang terjadi pada islamic society. Saya tidak menggeneralisasi, saya tahu bahwa tidak semua layer dalam Islamic society menempatkan perempuan pada posisi demikian, tapi begitu banyaknya kasus sedemikian yang terjadi, saya tidak terkejut lagi mengetahui adanya kejadian ini. Saya sedih, saya marah, tapi saya tidak terkejut.

Saya belajar untuk melihat betapa kompleksnya posisi perempuan di mata Islam. Hari ini, ketika saya membaca kasus Um al-Mumenin, kompleksitas posisi perempuan itu terpapar kembali di mata saya.

Samira Jassim, 51 tahun, telah ditangkap oleh polisi Irak tanggal 21 Januari kemarin. Atas tuduhan telah merekrut lebih dari 80 perempuan pelaku bom bunuh diri, serta turut merencanakan dan berpartisipasi dalam puluhan serangan militan di Irak. Samira Jassim menyebut dirinya sendiri Um al-Mumenin atau Mother of the Believers dan adalah anggota dari grup militan Islam, Ansar Al-Sunna.

Menurut pengakuannya, para militan memilih perempuan sebagai pelaku bom bunuh diri, karena mereka lebih mudah menyembunyikan explosives di balik burqa mereka, serta kerap lolos begitu saja dari pemeriksaan security officer yang mayoritas laki-laki.

Mother of the Believers memiliki pola dalam merekrut para 'pejuang' perempuannya. Peran 'keibuan' Jassim adalah untuk mempersuasi para korban perkosaan, para perempuan-perempuan yang bermasalah dalam rumah tangga, para perempuan korban kekerasan dalam menghadapi rasa depresi mereka, rasa malu mereka, dengan cara menawarkan menjadi suicide bomber sebagai satu-satunya jalan keluar. Sebagai satu-satunya metode redemption.

Dalam pengakuannya, ia juga menyebutkan, bahwa organisasi militannya juga menggunakan metode 'organized rape' atau perkosaan yang terorganisir untuk memperbanyak jumlah perempuan yang bisa 'jatuh' dalam persuasinya, untuk kemudian menjadi suicide bombers.

Mind you, people. Do you realize what that means? Artinya, mereka melakukan tindakan-tindakan perkosaan terencana, untuk menciptakan lebih banyak perempuan yang depresi. Dalam society dimana perkosaan dilihat sebagai KESALAHAN si korban, bisa dibayangkan betapa malu, betapa tersiksa, dan betapa tertekannya perempuan-perempuan yang menjadi korban perkosaan. And all these as a deliberate action??? Aksi yang terencana? Dont even bull shit me about the noble goal afterward... menurut saya mereka, para militan itu, adalah jahat, mereka adalah kotoran yang tidak pantas ada di muka bumi ini. Dan tujuan 'mulia' mereka adalah bullshit.

Betapa kompleksnya posisi perempuan pada society itu! I tell you, pada society dimana... katakanlah... perempuan tidak dianggap sebagai pihak yang dikriminalisasi dalam kasus-kasus perkosaan, hal ini akan sulit untuk terjadi. However, mata dan telinga saya rasanya belum berhenti mem-perceive kasus-kasus semacam ini. Mungkin perlu dekonstruksi besar-besaran pada mindset society itu, untuk bisa menghentikan kasus semacam ini terjadi tanpa henti.

Anda bisa lihat berita tentang Um al-Mumenin di:
http://www.alarabiya.net/articles/2009/02/03/65643.html
http://news.yahoo.com/s/afp/20090203/ts_afp/iraqunrestarrest
http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/7869570.stm




Friday, January 30, 2009

hey you

yes i'm bored

come on give me

that o


picture was taken from http://channelfrederator.ning.com/

Tuesday, January 27, 2009

pour toi part II (the thing is...)


you can practically converse that out, tell me anything, ask me just about anything, even one of those unimaginable things. or things that could got me scream and yell and shout and pout.

just let it out. sit down and talk.
don't say nothing.

you are something.
and i am something.
and we are something.

i told you i will try harder. i will try anything. i will try everything.

pour toi, mon cher, pour toi..

*picture was taken from http://francescacrescentini.wordpress.com/galleries/about/

Thursday, January 22, 2009

pour toi


you said that
i'm just like the rest
i am
i am
i'm just a girl
but for you
i can try
harder







picture was taken from http://static.photo.net

Saturday, January 10, 2009

-------- Gumpalan Pikiran adalah Kuda Poni

gumpalan pikiran itu seperti
kuda poni kecil binal nakal menari-nari
haus kelana tapi terkendara tali
karena terlalu bebas dia bisa mati

namun tak urung pula sesekali
jiwa jelajah liar terbang sendiri
di suatu sore dimana angin mengaburkan matahari
dan sitor situmorang mindik-mindik membisiki

...sereguk lagi aku mabuk akan gelegak cintamu...

maka berontak ia enggan satu dengan seisi sendi
gumpalan pikiran kuda poni kecil binal nakal tak tahu diri
melesat terbang tinggalkan bumi
untuk hinggap di pulau para illahi

menatapi kecil binal nakal itu pergi
para sendi pun meludah mengutuki sambil bernyanyi
pergilah kau pergi gumpalan pikiran yang memisahkan diri
kau bukan bagian dari kami lagi

----10/01/09, taman menteng

Thursday, January 01, 2009

On Terrorisms

The escalating conflicts of Israel-Palestine in Gaza had brought questions thrown to my face these couple of days. I've tried my best to explain, and today I read a note posted by one of my good friends, M. Haripin, which sorts of explain my stance why i think both sides need to meet the call of immediate cease-fire by the UN. As we know, Gabriela Shalev, the Israeli ambassador, said that her country would continue to do whatever necessary to protect itself against what she called terrorism (BBC, 1/1/09). Shalev refers to Hamas, obviously. Such claim has been the justification for Israel's continuing air raids, a claim which I think politically incorrect at its very core.

Here's a comprehensive writing of my friend, hopefuly it would sort of give an angle in explaining the conflicts happening in Gaza recently. It is written in Bahasa, but you can PM me if you need an english translation of the writing.


---------------------------

Terorisme di Israel

Sungguh memilukan apa yang tengah terjadi di tanah Palestina 2 hari terakhir ini. Lebih dari 300 warga Palestina tewas dan 600 warga lainnya terluka akibat serangan angkatan bersenjata Israel. Ribuan warga lainnya yang terkepung di Jalur Gaza ditolak memasuki perbatasan Mesir. Julukan sarkastik bagi Palestina, yakni “penjara terbesar di dunia,” mencapai manifestasinya.

***

Kali ini, sama seperti sebelumnya, dalih yang digunakan Israel untuk melakukan serangan adalah demi melumpuhkan kekuatan militer Hamas. Dalam law of armed conflict (LOAC), dalih Israel ini disebut reprisals. Sebelumnya, dalih reprisals pernah diutarakan Israel guna melangsungkan serangan militer ke Beirut, Libanon pada 1969.

Berdasarkan LOAC, reprisals merupakan tindakan melawan hukum apabila tidak memenuhi tiga kondisi berikut ini: (a) sebelumnya, negara pelaku reprisals harus terbukti menderita kerugian akibat tindakan ilegal yang dilakukan negara/aktor lain; (b) negara bersangkutan tidak mendapatkan kompensasi atau permintaan maaf atas kerugian yang dideritanya; (c) negara bersangkutan melakukan pembalasan yang proporsional.

Dalam serangan kali ini, kondisi 1 dan 2 terpenuhi. Israel memang menderita kerugian atas serangan roket kelompok Hamas. Israel pun tidak mendapatkan kompensasi atas kerugian yang dideritanya karena, (1) Hamas bukanlah aktor negara; (2) Hamas tidak berniat untuk berdamai dengan Israel.

Problem timbul dalam kondisi ketiga. Apakah Israel melakukan pembalasan yang proporsional? Saya pikir tidak. Serangan udara massif oleh 60 pesawat tempur Israel terhadap daerah yang dihuni oleh 1.5 juta penduduk dan pengerahan 6500 tentara organik untuk melancarkan perang kota (urban warfare), dilihat dari sudut pandang manapun, bukanlah tindakan proporsional.

Operasi militer Israel kali ini, yang disebut Operation Cast Lead, malah melanggar 2 prinsip dasar dalam international humanitarian law (IHL), yakni indiscriminate dan menghindari collateral damage.

Pelanggaran terhadap indiscriminate, yakni serangan berhasil menewaskan korban sipil non-kombatan, dan bahkan turut meluluhlantakkan sekolah dan pasar. Ini bukan hal yang mencengangkan karena strategi serangan secanggih dan serapih apapun tentu tidak akan mampu menghindari korban sipil non-kombatan, apabila serangan dilancarkan ke daerah padat penduduk. Oleh karena itu, klaim Israel bahwa Operation Cast Lead diarahkan kepada Hamas adalah tidak valid. Alih-alih indiscriminate, Israel malah, “membakar gudang beras demi membunuh satu ekor tikus.”

Pelanggaran terhadap menghindari collateral damage, yakni serangan militer Israel menyebabkan kerusakan kepada infrastruktur publik yang seharusnya aman dari serangan, di antaranya adalah masjid di kamp pengungsian Jabaliya dan Universitas Islam di Gaza. Infrastruktur publik/sipil adalah tempat yang tidak boleh diserang, berdasarkan IHL. Lokasi dan tempat lainnya adalah dual-use target (tempat yang bisa digunakan untuk kepentingan sipil dan militer) dan cultural property (tempat/lokasi peninggalan kebudayaan).

Operation Cast Lead jelas problematik –untuk tidak menyebut “pelanggaran”- dalam kacamata hukum internasional. Di satu sisi, hukum internasional tidak terlepas dari sistem politik internasional yang anarki. Permintaan atas penghentian serangan dan penyelidikan atas pelanggaran hukum internasional mustahil terjadi apabila Israel masih didukung oleh Amerika Serikat. Terlebih lagi, Amerika Serikat bahkan turut menyalahkan Hamas yang dituduh memprovokasi Israel. Di sisi lain, masyarakat internasional yang di dalamnya ada PBB, Inggris, Prancis, Rusia, dan masyarakat Iran, Irak, serta Venezuela menginginkan serangan militer Israel segera dihentikan karena alasan kemanusiaan dan tidak memenuhi kondisi reprisals.

***

Dalam memahami serangan Israel saat ini, ada baiknya kita renungi kisah Alexander Agung dan bajak laut yang diceritakan oleh St. Agustinus ini (Chomsky: 2003). Suatu ketika, Alexander Agung bertanya kepada seorang bajak laut yang tertangkap, “Mengapa kamu berani mengacau lautan?” Bajak laut menjawab, “Mengapa kamu berani mengacau seluruh dunia? Karena aku melakukannya hanya dengan perahu kecil, aku disebut maling; kalian, karena melakukannya dengan kapal besar, disebut kaisar.” St. Agustinus menilai jawaban bajak laut itu, “Sangat bagus dan jitu.”

Operation Cast Lead menguatkan watak koersif Israel dalam menghadapi Palestina. Selain melalui instrumen koersif asimetris (tidak proporsional), Israel pun melakukan perang ideologi terhadap kelompok pembebasan Palestina, yakni menyematkan julukan “teroris/terorisme” bagi Hamas. Menarik untuk dicermati apa yang dinyatakan oleh Israel ini. Terorisme adalah, “... the deliberate creation and exploitation of fear through violence or the threat of violence in the pursuit of political change (Hoffman: 1998).” Berdasarkan definisi Hoffman, dan melihat serangan militer Israel yang tidak proporsional pada 2 hari terakhir ini, pihak yang lebih pantas untuk menyandang gelar “teroris” adalah Israel, bukan Hamas. Israel telah menciptakan dan mengeksploitasi rasa takut melalui kekerasan serta ancaman kekerasan demi mencapai perubahan politik.


-M HARIPIN-
Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Pertahanan ITB-Cranfield University, UK.
(Artikel ini terbit di harian Seputar Indonesia (Sindo), Kamis 1 Januari 2009, rubrik Opini)