Wednesday, February 04, 2009

Um al-Mumenin (Mother of the Believers)


Saya bingung harus bereaksi apa ketika membaca berita tentang perempuan yang menyebut dirinya sendiri sebagai Um al-Mumenin (Mother of the Believers) ini. Sedih? Ya, saya hampir menangis memikirkan nasib para perempuan yang menjadi korbannya. Marah? Pastinya, saya marah mengetahui bahwa ada orang yang sedemikian jahat di dunia ini. Terkejut? Sayangnya, tidak juga. Saya terlalu banyak membaca, dan melihat, dan mendengar, untuk mengetahui betapa banyak perempuan yang dibunuh oleh keluarganya sendiri atas nama kehormatan, dilarang mendapatkan edukasi, dilucuti hak-haknya dalam masyarakat, yang terjadi pada islamic society. Saya tidak menggeneralisasi, saya tahu bahwa tidak semua layer dalam Islamic society menempatkan perempuan pada posisi demikian, tapi begitu banyaknya kasus sedemikian yang terjadi, saya tidak terkejut lagi mengetahui adanya kejadian ini. Saya sedih, saya marah, tapi saya tidak terkejut.

Saya belajar untuk melihat betapa kompleksnya posisi perempuan di mata Islam. Hari ini, ketika saya membaca kasus Um al-Mumenin, kompleksitas posisi perempuan itu terpapar kembali di mata saya.

Samira Jassim, 51 tahun, telah ditangkap oleh polisi Irak tanggal 21 Januari kemarin. Atas tuduhan telah merekrut lebih dari 80 perempuan pelaku bom bunuh diri, serta turut merencanakan dan berpartisipasi dalam puluhan serangan militan di Irak. Samira Jassim menyebut dirinya sendiri Um al-Mumenin atau Mother of the Believers dan adalah anggota dari grup militan Islam, Ansar Al-Sunna.

Menurut pengakuannya, para militan memilih perempuan sebagai pelaku bom bunuh diri, karena mereka lebih mudah menyembunyikan explosives di balik burqa mereka, serta kerap lolos begitu saja dari pemeriksaan security officer yang mayoritas laki-laki.

Mother of the Believers memiliki pola dalam merekrut para 'pejuang' perempuannya. Peran 'keibuan' Jassim adalah untuk mempersuasi para korban perkosaan, para perempuan-perempuan yang bermasalah dalam rumah tangga, para perempuan korban kekerasan dalam menghadapi rasa depresi mereka, rasa malu mereka, dengan cara menawarkan menjadi suicide bomber sebagai satu-satunya jalan keluar. Sebagai satu-satunya metode redemption.

Dalam pengakuannya, ia juga menyebutkan, bahwa organisasi militannya juga menggunakan metode 'organized rape' atau perkosaan yang terorganisir untuk memperbanyak jumlah perempuan yang bisa 'jatuh' dalam persuasinya, untuk kemudian menjadi suicide bombers.

Mind you, people. Do you realize what that means? Artinya, mereka melakukan tindakan-tindakan perkosaan terencana, untuk menciptakan lebih banyak perempuan yang depresi. Dalam society dimana perkosaan dilihat sebagai KESALAHAN si korban, bisa dibayangkan betapa malu, betapa tersiksa, dan betapa tertekannya perempuan-perempuan yang menjadi korban perkosaan. And all these as a deliberate action??? Aksi yang terencana? Dont even bull shit me about the noble goal afterward... menurut saya mereka, para militan itu, adalah jahat, mereka adalah kotoran yang tidak pantas ada di muka bumi ini. Dan tujuan 'mulia' mereka adalah bullshit.

Betapa kompleksnya posisi perempuan pada society itu! I tell you, pada society dimana... katakanlah... perempuan tidak dianggap sebagai pihak yang dikriminalisasi dalam kasus-kasus perkosaan, hal ini akan sulit untuk terjadi. However, mata dan telinga saya rasanya belum berhenti mem-perceive kasus-kasus semacam ini. Mungkin perlu dekonstruksi besar-besaran pada mindset society itu, untuk bisa menghentikan kasus semacam ini terjadi tanpa henti.

Anda bisa lihat berita tentang Um al-Mumenin di:
http://www.alarabiya.net/articles/2009/02/03/65643.html
http://news.yahoo.com/s/afp/20090203/ts_afp/iraqunrestarrest
http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/7869570.stm




No comments: