Sunday, December 19, 2004

raining ode for rainy him




Katakanlah, ketika malam datang, aku melihatmu disana.
Kamu tersenyum, dan menggenggam tanganku erat.
Tidur saja, bisikmu, lalu selimutku kamu naikkan.
Tidak perlu, sudah hangat, kataku. Kamu tidurlah.
Kamu tersenyum, tidak berkata apa-apa, tidak juga membiarkan aku melepaskan selimut yang nyaman memeluk itu.
Lalu jemarimu membelai rambutku, aku menutup mata.
Dan hangat jemarimu, tetap terasa sampai aku benar terlelap.

Lalu sebutlah, di malam lain, ketika hujan dan angin meniup dingin.
Aku melihat keluar jendela dan kamu ada disana.
Menunggu dengan diam, hendak membawaku pulang.
Lalu keluarku dan kamu tersenyum.
Dingin, kataku sambil merapatkan jaket.
Ayo cepat pulang, katamu. Aku tidak ingin angin membawa sakit untukmu.
Lalu kamu menggenggam tanganku erat, dan aku sadar kalau kamu tidak mengenakan jaketmu.
Mana jaketmu? Tanyaku. Aku juga tidak mau angin membawa sakit untukmu.
Jaketku ada di tas, nanti saja. Katamu.
Nanti bagaimana? Lihat angin yang meniup itu. Sikerasku.
Kamu terdiam lalu menarik tanganku sambil mengelus jemariku dengan jemarimu.
Aku terdiam, tidak ingin berdebat.
Dan ketika kita berdua naik ke atas bis yang akan membawa kita pulang.
Pendingin buatan semakin menusuk tulang.
Lalu aku melihat kearahmu, khawatir akan keadaanmu.
Ingin bicara tapi aku diam saja, tidak ingin berdebat, tidak ingin memancing amarahmu.
Lalu kamu membuka tasmu dan mengeluarkan jaket itu.
Pakai ini, katamu. Aku sengaja menyimpannya dalam tas,
Karena kalau aku pakai lebih dulu ketika hujan dan angin meniup saat aku menunggumu di luar jendela,
Maka jaket ini akan menjadi dingin oleh hujan dan angin.
Dan aku tidak bisa menghangatkanmu lagi.
Pakai ini, aku tidak ingin angin membawa sakit untukmu.
Aku terdiam, tidak tahu harus berkata apa.
Aku tahu aku juga tidak ingin angin membawa sakit untukmu, aku tahu aku sayang kamu.
Lalu kamu menggenggam tanganku erat,
Dan aku mengenakan jaketmu diatas jaketku,
Sambil bersandar di bahu dinginmu yang tidak terlindung penghangat apa pun.

Lalu hari lain ketika aku berbohong,
Kamu peluk aku erat dan mengelus rambutku.
Air mata, disana.
Tapi kamu tetap peluk aku meski air mata disana.

Lalu semua kata-kata
Baik, buruk, benci, jahat, indah, kekanakkan...
Semua air mata
Semua genggaman tangan dan tarian dalam hujan
Semua pelukan erat dan semua menit dimana kita lama terdiam
Semua amarah dan semua senyum yang ada
Hari ini harus pergi.

Dan aku sedih.
Sedih sendiri.
Dan kamu sedih.
Sedih sendiri.

Dan aku berjalan, sendiri di tengah hujan.
Tidak lagi menengok.
Dan kamu menatap
Jauh dibelakang.

Cintaku pada hujan, cintaku pada awan yang mendung
Bau tanah yang basah dan genangan air di ujung jemari kaki.
Pergi.

Matahari, pagi ini.







Tidak akan hilang, muffin ku. Selamanya disini.
Meski cinta sudah berbeda.
----sisie----
191202
2211

No comments: